Namanya adalah Sayaka, saat kecil cita-citanya adalah memiliki teman. Cita-cita ini muncul bukanlah tanpa alasan. Dulunya, dia sering dibully dan tidak memiliki teman sehingga sering berpindah sekolah. Suatu hari, Sayaka melihat segerombolan siswi dan tertarik dengan seragam yang mereka gunakan. Ternyata seragam yang dikenakan adalah seragam sekolah swasta khusus untuk anak perempuan. Melihat ketertarikan anaknya, sang ibu pun memasukkan Sayaka ke sekolah tersebut dan meminta Sayaka untuk bersenang-senang. Maka Sayaka pun menghabiskan waktu di sekolah untuk berteman dan bersenang-senang.
Namun ternyata Sayaka justru terlalu berlebihan dalam bersenang-senang. Saat SMA, Sayaka masuk di kelas yang berisi kumpulan siswi dengan peringkat terbawah di sekolahnya. Selain itu, Sayaka kerap membuat masalah yang membuat dirinya sering terkena hukuman skors dan terancam drop out.
Menyadari masa depan anaknya terancam suram, sang ibunda pun akhirnya meminta Sayaka untuk mengikuti bimbingan belajar persiapan masuk universitas. Dari hasil tes penempatan bimbingan belajar ternyata diketahui bahwa Sayaka hanya memiliki kemampuan akademik setara kelas 4 SD. Meski begitu, Guru Bimbel Sayaka meminta Sayaka untuk tetap optimis dan berjuang masuk salah satu Universitas terbaik di Jepang. Sayaka pun memilih Universitas Keio, universitas swasta terbaik di Jepang.
Menyadari masa depan anaknya terancam suram, sang ibunda pun akhirnya meminta Sayaka untuk mengikuti bimbingan belajar persiapan masuk universitas. Dari hasil tes penempatan bimbingan belajar ternyata diketahui bahwa Sayaka hanya memiliki kemampuan akademik setara kelas 4 SD. Meski begitu, Guru Bimbel Sayaka meminta Sayaka untuk tetap optimis dan berjuang masuk salah satu Universitas terbaik di Jepang. Sayaka pun memilih Universitas Keio, universitas swasta terbaik di Jepang.
Perjuangan Sayaka untuk masuk Universitas Keio tidaklah mudah. Dia harus mengejar ketertinggalannya. Di sekolah, Sayaka berada di ranking terbawah dengan nilai standar deviasi 30 sementara yang masuk Keio biasanya memilki nilai standar deviasi 70. Melihat kondisi Sayaka ini, sang ayah justru mengejeknya dan meyakini bahwa Sayaka tak akan bisa diterima di universitas Keio. Sayaka pun makin termotivasi untuk membuktikan diri kepada orang tuanya bahwa dia bersungguh-sungguh dengan tujuannya. Walaupun memiliki banyak keterbatasan, namun akhirnya Sayaka berhasil lulus tes Universitas Keio di Jepang dengan ketekunannya.
Ketekunan adalah sesuatu yang menggerakkan kita menuju kesuksesan dengan lebih efektif ketimbang sebuah kepandaian. Mengapa demikian? Karena orang-orang yang pandai, biasanya cenderung tidak sabar dalam menjalani proses yang dibutuhkan. Kepandaian yang dimiliki terkadang membuat mereka merasa seharusnya mudah untuk mendapatkan sesuatu. Maka, setiap kendala atau permasalahan didalam proses menuju apa yang ingin mereka dapatkan tersebut akan cenderung membuat mereka mudah menyerah.
Dan begitu pula sebaliknya dengan Sayaka dalam kisah diatas, menyadari bahwa dirinya kurang pandai membuat dia mengerahkan upaya semaksimal mungkin untuk mengimbangi kekurangannya tersebut. Hal ini mendorong motivasinya untuk berusaha lebih keras dan lebih tekun menjalani proses di tengah keterbatasan yang dimilikinya sehingga akhirnya keberhasilan pun mampu dia dapatkan
Maka, tidak perlu merasa risau jika hari ini kita merasa belum pandai, karena yang terpenting sesungguhnya bukanlah kepandaian yang kita miliki, melainkan ketekunan yang kita tunjukkan dalam proses menuju keberhasilan yang kita dapatkan.
0 komentar:
Posting Komentar