Emosi itu
layaknya menggoreskan sebuah pensil ke sebuah kertas. Kita mungkin bisa
menghapus goresan tulisan tersebut di kemudian hari. Namun yang harus kita
sadari adalah goresan pensil tersebut akan tetap menimbulkan bekas dalam selembar kertas yang kita miliki.
“Memangnya harus
dengan marah-marah seperti itu ya?”
“Harus donk,
biar mereka tau kalau aku bisa tegas. Jadi mereka nggak bisa seenaknya.”
“tegas sih
tegas, tapi bukannya apa yang kamu lakukan itu berpotensi menyinggung perasaan
mereka?”
“jadi maksud
kamu, yang aku lakukan salah gitu?”
“Bukan salah,
tapi bedakan antara tegas dan keras. Yang dibutuhkan sebagai seorang pemimpin
itu ketegasan, bukan kekerasan. Karena semua anggota tim mu itu kan manusia biasa yang memiliki hati.
Ada kemungkinan tindakanmu itu akan membekas di hati mereka.”
Pernahkah kita melampiaskan emosi terhadap lingkungan kita tatkala
menjalankan aktifitas sehari-hari? Sebagai seorang manusia yang memiliki
keterbatasan, memang tidak dapat dipungkiri bila kita bisa saja kehilangan
kesabaran yang membuat diri kita kita melampiaskan emosi kepada orang lain
disekitar kita.
Emosi ini cukup wajar muncul dalam diri kita ketika menghadapi berbagai
hambatan yang memang menguji kesabaran. Karena kehidupan kita memang tidak akan
pernah berjalan dengan ideal. Selalu ada hal-hal yang berjalan tidak sesuai
dengan apa yang telah kita rencanakan. Terutama ketika kita menjadi seorang
pemimpin yang harus mengelola tim dengan berbagai macam karakter. Tentu
menghadapi berbagai macam karakter manusia akan menjadi ujian yang cukup berat
untuk kesabaran kita.
Kesabaran pada dasarnya penting untuk menghindarkan diri kita dari sebuah penyesalan.
Sebagai manusia biasa yang acapkali melakukan kesalahan, sudah selayaknya kita
berhati-hati dalam memutuskan sesuatu atau melakukan sesuatu. Jangan sampai
diri kita justru melakukan hal-hal yang kurang sesuai sehingga akhirnya membuat
diri kita menyesal.
Mungkin kita bisa saja mengucapkan sebuah ungkapan penyesalan. Namun, yang
harus kita sadari adalah ketika kita terlanjur menyakiti hati seseorang, tidak
mudah untuk membuat orang tersebut memaafkan diri kita. seperti analogi pensil
yang walaupun sudah coba dihapus, namun goresannya akan tetap membekas dalam
kisah diatas.
Maka, berhati-hatilah dalam setiap tindakan kita, agar penyesalan tak
mendatangi keseharian kita
0 komentar:
Posting Komentar