• CINTA DITENGAH ASA UNTUK NEGARA


    Cinta selalu memiliki energinya tersendiri untuk membuat diri kita bersedia melakukan segalanya, terutama demi wanita yang kita cintai.  Tapi, benarkah situasinya selalu seperti itu? Benarkah demi seorang wanita yang dicintai, seorang pria senantiasa bersedia melakukan segalanya? Mungkin kisah cinta Bung Hatta ini dapat dijadikan inspirasi tentang bagaimana kita memaknai sebuah cinta.

    Kisah cinta Bung Hatta dan istrinya, Rahmi, tergolong unik. Disebut unik karena kisah cinta mereka berdua ini tumbuh di tengah kondisi negara yang belum jelas dan sedang dalam proses memperjuangkan hak kemerdekaannya. Bung Hatta sendiri sebenarnya di masa itu tidak pernah memikirkan tentang perasaannya kepada seorang wanita karena sibuk mengurusi pergerakan nasional dalam rangka kemerdekaan Indonesia.

    Berbagai kesibukan yang harus dijalani, ditambah lagi harus keluar masuk penjara, hingga diasingkan ke Digoel memang membuat Bung Hatta akhirnya terlambat menikah. Beliau menikahi Rahmi Hatta pada 18 November 1945, saat itu Bung Hatta berusia 43 tahun. Jadi, saat Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI bersama Bung Karno, dan ditetapkan sebagai wakil presiden RI, beliau masih berstatus bujangan.

    Sejak awal, Bung Hatta sangat serius dengan cita-citanya. Semasa kuliah di Belanda, dia sangat rajin belajar, membaca dan menulis. Pernah seorang gadis Polandia yang cantik jelita menggodanya, namun Hatta tak tertarik. Jika Patih Gajah Mada memiliki Sumpah Palapa,  yakni tidak akan makan buah palapa (simbol dari kenikmatan hidup) sebelum nusantara bersatu, Bung Hatta pun bertekad, tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka. Hal inilah yang membuat nyaris semasa mudanya, Bung Hatta tidak pernah memikirkan tentang hubungan percintaan dengan wanita secara serius.

    Coba kita bandingkan dengan kondisi generasi muda kita saat ini. Masih banyak pemuda-pemudi di sekitar kita yang terlalu mudah merasakan cinta kepada seseorang namun tidak benar-benar mencintai negerinya. Alhasil aktifitas kesehariannya hanya dihabiskan demi seseorang namun dirinya tidak memperdulikan perkembangan negara atau bahkan orang lain di sekitarnya sendiri. akhirnya muncul istilah cinta itu buta. Karena setelah merasakan cinta tersebut, seakan-akan kita tidak mampu melihat hal lain selain rasa cinta pada seseorang itu sendiri.

    Ada salah satu kutipan menarik terkait cinta itu sendiri, yaitu “cinta terbaik itu tidak pernah membuat kita buta, melainkan cinta terbaik justru mampu membuat kita lebih memahami lingkungan disekitar kita dengan lebih utuh, mendewasakan pemikiran kita dan membuat kita lebih peka terhadap orang lain disekitar kita.” Sebagai seorang pria sangatlah wajar bila Bung Hatta memikirkan seorang wanita, namun beliau tidak ingin pikirannya tersebut membuat fokus dan kecintaannya teralihkan dari hal yang saat itu lebih penting, yaitu kemerdekaan Indonesia.

    Dari kisah Bung Hatta diatas, kita bisa belajar bahwa kita tidak bisa memaknai perasaan cinta secara sepotong-potong saja. Kita boleh mencintai seseorang, tapi kita juga tidak bisa dibutakan oleh rasa cinta kita itu tadi. Kecintaan kita harus lah di salurkan dengan tepat dan demi kemajuan banyak pihak dan bukan hanya demi kepentingan pribadi diri kita sendiri. jika semua orang hanya sibuk memikirkan cinta pribadinya, siapa yang akan memikirkan tentang rasa cinta pada negaranya sehingga menimbulkan tekad untuk memajukan negeri ini?

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Quotes For You

    Kesalahan adalah bahan bakar utama untuk sebuah pembelajaran ~ivandhana~

    ADDRESS

    Jl Smapal No 53, Serpong, Tangerang Selatan

    EMAIL

    ivandhana@yahoo.com
    ivandhana@bambubiru.com

    TELEPHONE

    +201 478 9800
    +501 478 9800

    MOBILE

    08990567176
    017 775362 13