• Merubah Sudut Pandang Untuk Menyelesaikan Masalah


    Jam sudah menunjukkan pukul 23.20 malam namun tidak ada inspirasi yang keluar dari kepala saya. Malam sudah cukup larut namun aktivitas di salah satu restoran cepat saji ternama ini seakan tidak ada habisnya. Hal ini wajar mengingat restoran ini memang terbuka selama 24 jam untuk pelanggan yang ingin bersantap malam di luar rumah. Saya sendiri cukup sering menggunakan tempat ini untuk mengerjakan tugas kuliah yang biasanya cukup padat. Namun malam ini memang tidak sama seperti biasanya karena yang saya hadapi kali ini di layar laptop bukanlah tugas kuliah melainkan sebuah tulisan yang ingin saya kirimkan ke alamat kata2bijak@hotmail.com . Kali ini,cukup sulit rasanya untuk menemukan kisah yang pas dan sesuai, padahal biasanya keinginan untuk menulis dan inspirasi yang saya dapatkan bisa sejalan sehingga cukup mudah untuk mengupdate tulisan di blog saya ini. Malam ini entah apa yang mengganjal di pemikiran saya sampai-sampai terasa sulit untuk membuat satu kalimat pun. Sampai akhirnya tepat pukul 23.45 saya memutuskan untuk keluar dari restoran fastfood ini, menghentikan upaya saya untuk menulis dan bergegas untuk pulang.  Saya pun segera menghabiskan minuman saya dan mematikan laptop. Beberapa menit kemudian saya pun melangkah keluar dari tempat ini. Namun baru berjalan beberapa langkah ada satu hal menarik di depan saya. Sebuah pemandangan yang mungkin sering saya lihat dan bahkan saya sering berinteraksi dengannya namun sama sekali tidak terpikirkan dalam benak saya ketika berupaya mencari inspirasi untuk bahan tulisan saya beberapa saat yang lalu. Tampak di dekat pintu keluar restoran fastfood ini ada seorang anak yang sedang duduk di tanah dan masih memegang sebuah keranjang yang berisi beberapa jenis makanan ringan.  Sambil tersenyum saya pun menghampirinya dan menyapa, “masih jualan vin?” tanya saya. Beberapa saat kemudian anak ini pun membalas senyuman saya sambil berkata “iya nih mas, hari ini masih sedikit yang laku” jawab sang anak dengan tegas. Mendengar jawaban sang anak, saya pun bergegas mengambil beberapa uang ribuan di dompet dan memberikannya pada sang anak untuk membeli makanan yang dia jual tadi sambil berkata “kembaliannya ambil aja ya, buat jajan besok di sekolah”. Anak itu menerimanya dengan senyum yang mengembang dan saya pun berjalan meninggalkannya karena malam yang sudah makin larut sambil berkata dalam hati “inspirasi itu akhirnya datang”. Sesampainya di rumah saya tidak bergegas menuju tempat tidur melainkan kembali menyalakan laptop dan mulai menulis tulisan yang kemudian ada di tangan pembaca sekarang ini. J
    Nama Anak itu adalah Alvin. Saya mengenalnya sejak 4 bulan yang lalu. Anak ini adalah salah satu alasan saya sering mengunjungi restoran fastfood tempat saya sering menghabiskan waktu bersama tugas-tugas kuliah saya. Alvin sangat berbeda dengan anak jalanan pada umumnya yang lebih suka meminta di jalanan hingga larut malam ketimbang melakukan sesuatu yang lebih menghasilkan profit seperti berjualan makanan ringan. Meskipun umurnya dibawah saya, Alvin dalam setiap pertemuannya dengan diri saya seakan ingin mengingatkan bahwa dalam hidup jangan terlalu banyak melihat orang-orang yang lebih beruntung ketimbang diri kita karena terkadang dengan melihat orang-orang yang kurang beruntung, kita bisa jauh lebih bersyukur.
    Permasalahan dalam hidup saya sendiri memang cukup banyak dan kompleks, namun hal ini sesungguhnya sangat wajar mengingat manusia memang ditakdirkan untuk hidup dengan permasalahannya masing-masing. Hanya saja terkadang kita merasa bahwa masalah kita lah yang paling berat dalam hidup karena kita hanya melihat mereka yang hidupnya jauh lebih beruntung ketimbang diri kita. Padahal setiap masalah yang kita miliki akan terasa lebih ringan apabila kita mau meluangkan sejenak waktu kita untuk memperhatikan mereka yang tidak lebih beruntung ketimbang diri kita. Bayangkan saja,seorang anak berusia 14 tahun, di kala waktu senggangnya setelah sekolah,masih harus menjajakan barang dagangannya hingga larut malam. Padahal tentunya anak-anak di usia itu masih dalam tahap mengenali lingkungannya dengan gemar berkumpul dan bermain dengan teman-teman se usianya. Apakah pantas seorang mahasiswa seperti saya kemudian mengeluh hanya karena tugas kuliah dan permasalahan pribadi ketika mengetahui kondisi Alvin, anak usia 14 tahun yang seakan tidak mengeluh dengan kondisi kehidupannya sehari-hari dan tidak menghiraukan kebutuhan pribadinya untuk berkumpul dengan teman-teman sebayanya?

    Dari Alvin saya belajar untuk memandang kehidupan dari cara yang berbeda yaitu dengan cara selalu mencoba berempati pada mereka yang tidak seberuntung diri saya. Karena menurut saya dengan berempati itulah kita akan mampu menemukan sudut pandang lain dalam hidup yang mungkin dibutuhkan sebagai bekal menghadapi permasalahan sehari-hari yang akan kita hadapi. J
  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Quotes For You

    Kesalahan adalah bahan bakar utama untuk sebuah pembelajaran ~ivandhana~

    ADDRESS

    Jl Smapal No 53, Serpong, Tangerang Selatan

    EMAIL

    ivandhana@yahoo.com
    ivandhana@bambubiru.com

    TELEPHONE

    +201 478 9800
    +501 478 9800

    MOBILE

    08990567176
    017 775362 13